Meminjamkan Sesuatu Yang Disukai

10.20



 "Aku boleh pinjem kameranya?"
"Buat kapan?"
"Jumat sampai Senin..."

Aku menghitung dalam hati... hemm, 4 hari. Bukan waktu yang sebentar...


Waktu dapat pesan seperti itu, aku nggak bisa langsung menjawab iya/nggak gitu ajaa. Aku masih menimbang-nimbang, selama 4 hari tersebut apa aku butuh menggunakan kamera tersebut? Aku harus memikirkan betul apa nanti akan ada event atau keperluan lainnya. Jadi aku butuh waktu.

Terlebih lagi, kamera mirrorless ini kamera pertama (dan masih jadi satu-satunya kamera) yang aku beli dari hasil tabungan dan keinginan bertahun-tahun lamanya. Bukan kamera mahal memang, tapi semenjak membelinya kira-kira 2 tahun lalu, aku nyaris selalu bawa kamera ini ke mana aja saat bepergian. Kayak mau pergi nongkrong ke kafe aja, aku petenteng-petenteng bawa kamera ini. Entah nanti akan terpakai atau nggak, yang pasti kamera ini -hampir-harus-selalu aku bawa.

Apa nggak ribet bawa kamera kemana-mana kalau nggak ada event spesial?

Ribet. But it's okay.

Kenapa nggak pakai kamera smartphone aja sih? Kan lebih gampang...

Memang. Masalahnya adalah smartphone yang sudah kurang lebih aku pakai selama 4 tahun ini, kameranya sudah nggak bisa ngambil gambar secara sempurna. Lensanya sudah banyak goresan, yang mungkin karena tergores di saku baju atau entah kena apa. Makanya aku sudah-hampir-nggak bisa mengandalkan kamera smartphone lagi saat ini, dan bawa mirrorlessku ke mana-mana.

Sedangkan, mengambil gambar (memotret) itu menurutku sudah jadi hal yang penting. BANGET.
Teman-teman mungkin sudah paham gimana pentingnya ngambil foto saat ini. Mau posting Instagram, butuh foto. Buat bahan posting di blog, juga butuh foto buat penunjang. Jadi bisa kebayang kan gimana kalau aku harus pisahan sama senjata perang (yang bisa dibilang satu-satunya karena sudah nggak bisa lagi ngandelin kamera smartphone lagi) ku ini?

-----

“Kamu sekali-kali tidak sampai pada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan, apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Q.S. Ali Imran [3]: 92)

-----

Saat sedang mempertimbangkan ide untuk minjemin kamera kesayanganku ke orang lain, aku tiba-tiba keinget ayat ini. Ndak murni inget ayat lengkapnya sih sebenernya, cuma inget intinya aja untuk ngasih sesuatu yang kita sukai ke orang lain.

Ngasih barang atau sesuatu yang kita sukai ke orang lain? Astagaaa... ini susah banget ya nggak sih? Gimana ceritanya bisa ngasih yang kita sukai gitu aja ke orang lain dengan ikhlas?

Jangankan ngasih yaa, minjemin barang atau sesuatu yang kita sukai aja susah bangettt. Ya nggak? Eh atau aku aja nih yang ngerasa kayak gini ya? Nggak ikhlasan banget ya aku orangnya?

Gini...
Mungkin aku bisa aja minjemin kameraku ke orang lain, setelah memastikan nggak ada momen/kerjaan yang harus banget butuh aku foto-foto pada hari itu. Tapi, gimana nanti kalau sudah aku pinjemin terus ternyata kameraku kenapa-napa? Gimana kalau yang aku pinjemin nggak bisa ngejaga dan ngerawat barangku dengan baik? Gimana kalau pas dibalikin ternyata ada yang rusak terus aku harus perbaikin dan biayanya nggak murah? Belum lagi kalau benar misalnya kenapa-napa, terus ada sesuatu yang nggak enak terjadi, aku sama temenku jadi sama-sama gondok-gondokan dan malah bikin pertemanan kami rusak?
Terlalu banyak gimana gimana yang justru makin berat hati untuk minjemin kamera kan jadinyaaa...

Kalau bikin list, buat aku pribadi, kekhawatiran dan keuntungan dari minjemin kamera itu jumlahnya berat sebelah. Jauuuh lebih banyak kekhawatiran atau sisi negatifnya daripada keuntungannya.

Keuntungannya apa?
(Mungkin) Aku sedikit bisa mengalahkan keegoisan melawan diriku sendiri. Dengan mengalahkan ego yang berat untuk meminjamkan barang yang aku suka pada orang lain, aku jadi dipaksa untuk belajar ikhlas. Ikhlas untuk melepaskan saat lagi sayang-sayangnya. Karena bukannya semuanya toh milik Allah? Kita hanya menerima titipan. Lalu kenapa kita merasa memiliki dan berat hati pada sesuatu yang hanya titipan?

Mungkin selain yang satu itu, juga ada keuntungan lainnya. Mungkin. Entahlah. Tapi buat aku saat ini, itu yang terpenting. Berperang melawan diri sendiri. Katanya mau jadi orang yang lebih baik? Masa yang remeh kayak gini aja nggak bisa ngelewatin?

-----

"Iya gapapa pinjem aja. Mau ketemu di mana buat ambil kameranya?"

Kukirim pesan tersebut, sambil memantapkan hati setelah nyaris seharian aku perang batin. Bismillah...

"Eh maaf yaa aku nggak jadi pinjem kameranya. Aku....."

*sekian*

You Might Also Like

0 comments