niyasyah: September 2017

[September] My New Things

beauty blogger

Summer has come and passed

The innocent can never last

Wake me up when September ends

Ring out the bells again

Like we did when spring began

Wake me up when September ends

Hahahaa.. kok malah nyanyiii :D

September berakhir. Bulan ini berasa singkat, tapi juga berasa panjang. Halah apa sih.

Pokoknya aku nggak nyadar tau-tau eh september udah mau habis aja gituuu..

Sama kejadiannya kayak bulan Agustus kemarin, aku nggak banyak beli-beli bulan ini. Lagi penghematan ceritanya hahaha...

1. Innisfree Jeju Volcanic

Masker ini udah lama ada di wishlist ku. Cuma aku masih mikir-mikir pas mau beli. Jadi akhirnya aku coba beli yang trial pack aja dulu, baru nanti kalau cocok, beli yang kemasan aslinya.

Dan ternyata sesuai sama banyaknya yang ngasih respon positif ke masker ini, masker ini emang beneran enakk. Pas abis pakai, kulit muka jadi rasanya alus dan lebih bersih. Selain itu, pori-pori juga jadi lebih mengecil, komedo pun berkurang. Pakainya biasanya bebas sih yaa, bisa di T-Zone doang sama di area berjerawat, atau di seluruh wajah. Kalau aku pakainya tergantung kebutuhan (dan mood) aja sih. Kadang diolesin ke seluruh muka, kadang cuma di area hidung yang lebih rentan sama komedo aja.

Teksturnya lembut dan gampang diratain ke muka. Aromanya juga lembut, enak gitu. Jadi aku suka banget sama masker ini. Cuma sejujurnya, aku kurang suka sama kemasan aslinya (yang versi asli yaa, bukan trial kayak ini) yang di tabung gitu. Bukan dalam kemasan tube, yang kayaknya lebih higienis. Beda kayak Jeju Volcanic punyanya The Face Shop yang kemasan tube gitu...

Jadi belum tau juga sih, nantinya kalau koleksi Innisfree Jeju Volcanic kemasan trial punyaku ini habis, maunya beli yang mana. Pengen nyoba yang punyanya The Face Shop juga soalnya. Hehehee.

2. Innisfree It's Real Squeeze Mask

Lagi, maskernya innisfree. Hahaha.

Beli ini biar jadi cantik kayak Yoona. Halah prettt banget yakkk :D

Ketertarikanku pada sheet mask, bikin aku penasaran pengen nyobain segala macem sheet mask. Maka dari itulah kemudian aku beli masker ini.

Secara kemasan, aku sih suka sama desainnya. Cukup simpel, menarik, dan gambarnya kekinian banget. hahaha. Tekstur maskernya lembut dan halus. Dia juga gampang nempelnya di wajah. Tingkat kelembapannya juga bagus. Sisa cairan di dalam kemasannya nggak terlalu banyak, jadi aku tebak cairannya terserap dengan baik ke dalam sheet mask-nya.

Bonus Post:

Etude House - Nymph Aura Shine Lips

Lipstik ini aku dapat dari online shop. Dia kasih aku gratisan lipstik ini sebagai bonus karena ada beberapa sheet mask yang aku pesan stoknya kosong, kemudian sama dia diganti dengan sheet mask merek lain dengan varian yang sama dari yang aku pesan, tanpa konfirmasi sebelumnya. Kayaknya juga karena pas itu aku udah belanja lumayan banyak sih.

Begitu dapat lisptik ini, aku sempat googling cari infonya. Harganya berapa, reviewnya kayak gimana, dll. Tapii... aku nggak dapat info apa-apa :(( Mungkin ini termasuk produk lama, aku nggak ngerti juga sih.

Warna lipstiknya sih nude cantik, packaging-nya juga kece, ukurannya pun gede. Cuma karena aku nggak terlalu suka pakai lipstik yang hasil akhirnya glossy, jadi lipstik ini pada akhirnya aku lepas ke sepupuku aja. Di dia, kecantikan warna dan glossy-nya lebih keluar dibanding di bibirku yang hitam ini soalnyaa...

-----

Udah itu aja produk yang aku cobain bulan ini. Kalau kalian, apa aja nih produk yang baru kalian cobain? Atau kalian punya produk yang recommended dan favorit kalian banget gitu apa? Share donggg...

21.07
0 Comments

Curhat Tentang Pertemanan

Photo by Matheus Ferrero on Unsplash

Dulu, aku tipe orang yang gampang nganggep seorang teman sebagai sahabat. Ibarat saking gampangnya, nggak perlu kenal lama, begitu udah ngobrol beberapa kali dan nyambung, kemudian beberapa kali main bareng, aku pasti udah langsung nganggep dia sebagai sahabat. Cowok atau cewek. Dan karena udah nganggep sebagai sahabat itu, aku jadi suka lupa diri, dan cerita semua hal ke mereka. Aku mikirnya, karena sahabat jadi pasti bisa nerima apapun kurangnya aku, nggak bakal ngebongkar aibnya aku, dan sebaliknya bakal nganggep aku sahabat juga. Yaah.. mungkin karena masih jadi anak sekolahan juga, jadi rasanya kayak seneng campur bangga aja gitu punya banyak sahabat.

Waktu berlalu, sampai kemudian aku ‘ngeh’ kalau ternyata, nggak semua teman itu bisa dianggap atau dijadikan sahabat.

Jenisnya macem-macem. Mungkin ada yang cuma sekedar jadi teman main, teman kerja, teman belajar, teman makan atau lainnya. Yang pada intinya, nggak semuanya adalah sahabat. Iya nggak sih?

Pernah satu kali, waktu masih sekolah, aku dimusuhin sama teman yang udah aku anggep sahabat bangett. Kita udah sahabatan dari SMP. Waktu masuk SMA, kita juga masih sahabatan deket kayak sebelumnya. Sampai kemudian, (ini perumpamaan aja yaa) aku jadi pengurus OSIS. Dan karena jadi pengusus OSIS ini, si sahabatku tadi tiba-tiba ngejauh dan musuhin aku. Perlakuannya ke aku benar-benar berubah dan beda banget dari sebelumnya. Waktu itu awalnya aku nggak paham kenapa dia berubah. Sampai kemudian aku ajak dia ngobrol dan tanya-tanya, akhirnya dia ngakulah kalau males temenan sama aku lagi karena aku jadi pengurus OSIS. Karena menurut dia, detik ketika aku jadi pengurus OSIS, dia udah kehilangan teman dekatnya. Teman yang bisa diajak main ke mana aja kapan aja. Teman yang bisa diajak bandel dan kabur-kaburan dari sekolah. Karena begitu aku jadi pengurus OSIS, itu artinya aku jadi anak baik dan rajin yang nggak bakal bisa bandel, bolos, atau main sesuka hati.

Rasanya hati aku potek waktu denger alasan itu.

Seolah aku udah ngelakuin dosa paling besar yang nggak termaafkan, sampai udah nggak layak lagi dijadikan teman, dan patut dikubur hidup-hidup. Padahal dia sahabat yang paling deket sama aku waktu itu. Jadi rasanya bener-bener sakitt bangettt, lebih dari sakitnya putus sama pacar. (ya lah kan nggak punya pacar. Lol). Padahal, jadi pengurus OSIS juga bukan pilihanku sendiri. I mean, aku nggak ada daftar-daftar jadi pengurus loh waktu itu. Tiba-tiba aja kepilih, dan nggak bisa ditolak. Aku nggak bisa minta mundur dari kepengurusan. Jadi mau nggak mau, suka nggak suka, ya aku harus terima dikasih mandat kayak gitu. Terus gara-gara sesuatu yang bukan dari kemauanku, tiba-tiba aku harus kehilangan sahabat terbaikku waktu itu? Hidup rasanya nggak adil banget deh!

Berkat masa itu, kemudian aku jadi mikir-mikir ulang apa itu sahabat, apa itu teman.

Dan sejak itu, aku jadi membatas-batasi mana yang teman sekedar kenal, teman yang cukup akrab, teman akrab, sampai teman yang memang-super-duper-akrab-then-i-call-sahabat.

Ada teman yang meski udah beberapa kali jalan bareng, tetap hanya jadi teman yang cukup akrab, yang nggak bisa diceritain macem-macem hal rahasia. Jadi kalau ngobrol ya cukup tentang tema-tema umum aja. Misalnya tentang tempat wisata mana yang asik buat liburan, tempat makan mana yang makanannya lumayan enak tapi harganya murah, atau sekedar nge-ghibah-in artis yang lagi hits.

Ada juga teman akrab yang lumayan bisa diajakin ngobrol lebih macem-macem lagi. Nggak cuma tentang tempat wisata mana yang asik buat liburan, tapi udah bisa ngobrolin rencana buat liburan bareng selama beberapa hari. Yang ngobrolnya udah bisa sedikit cerita tentang masalah hidup secara garis besar, bukan hingga ke akar-akarnya. Sampai titik itu, dan nggak lebih.

Tapi ada juga teman yang memang-super-duper-akrab-then-i-call-sahabat, yang bisa sama-sama ngobrol-ngobril macem-macem ABCD-Z balik lagi ke ABCD-Z lalu ke 1234-0. Yang bakal bikin nyaman dan nggak takut di-judge gimana-gimana, yang nggak bikin takut buka aib kemudian disebarin ke seantero jagad raya, yang tetep bakal selalu ada buat kita. Yang kalau misalnya aku bilang pengen beli tas harga puluhan juta, nggak bakal dinyinyirin kemudian dijauhin karena dianggap nggak bisa berempati sama dia yang baru kecopetan dompet harga ratusan juta. Yang bakal bisa menghargai apapun pilihan dan keputusan kita, dan tetap mendukung kita kapan pun. Lebih dari deodoran yang setia setiap saat.

Teman sejenis ini yang kemudian bikin aku mertahanin dia sebisa mungkin. Yang bikin aku akan berada di posisi yang juga selalu ada kapan pun untuk dia.

Ada yang pernah bilang, orang yang kita tolong belum tentu akan mau menolong kita. Tapi orang yang mau menolong kita, akan selalu ada untuk menolong kita.

Bener nggak, guys?

Belum tentu juga sih. HAHAHA.

Bisa jadi teman yang sebelumnya mau nolongin kita, lama-lama jadi bosan juga karena ngerasa terlalu sering direpotin.

Pernah suatu ketika, seorang teman lama yang akrab banget tau-tau berubah sikap. Kalau dichat, jawabnya singkat-singkat. Kalau diajak ketemu, pasti sibuk mulu. Entah beneran sibuk atau pura-pura sibuk untuk menghindar, aku juga nggak paham sih. Padahal dulu kami dekettt banget. Dia ini juga tipe orang yang selalu mau nolongin kalau dimintain bantuan. Jadi aku dulu sering banget ngandelin dia. Awalnya, aku sempat positif thingking. Mungkin dia emang lagi bener-bener sibuk sama kerjaannya, meski beberapa kali aku sukses mendapati foto-foto dia nongkrong atau main sama teman-temannya yang lain. Nggak cuma sama aku, sama satu teman kami yang lainnya juga dia berubah-dan-terkesan-menghindar kayak gitu. Karena saking susahnya itu, waktu dia ulang tahun, rencana kami untuk ngasih surprise party juga gagal. Lah gimanaaa, tiap diajakin ketemu selalu jawabnya nggak bisa. Mau disamperin ke tempatnya, juga bilangnya nggak bisa. Jadi yaudah, kami cuma bisa mikir mungkin kami udah bikin salah sama dia waktu terakhir kali ketemu. Mungkin dia udah lelah direpotin mulu sama aku…

Aku udah coba “ikhlasin” dia. Tapi ya gimanaaaa… namanya kehilangan teman baik, jadi rasanya kayak ada something-BIG-missing gituu…

Hemm, apa dari kalian ada yang juga pernah punya pengalaman tiba-tiba dijauhin teman baik tanpa tahu alasannya kenapa? Atau sahabat itu yang seperti apa sih menurut kalian?

Sekarang, idealisme-ku soal pertemanan, bukan lagi soal seberapa banyak aku punya teman. Tapi lebih ke seberapa berkualitas pertemananku. Seberapa banyak teman yang bisa dipercaya, yang mau ngingetin kesalahan, bukan yang tiba-tiba menjauh tanpa ngasih tau alasannya.

10.48
2 Comments

Belut Bu Yuli Kertajaya: Spesial Belut Kaki Lima Yang Tak Kunjung Sepi

food blogger

07.11
2 Comments

Outwear Navy Blue in Mood

beauty blogger

today's outfit. ready to work! . . . . . . . . . . . *15 menit kemudian* duh... kok ngantuk yaaaa 😪😪😪

A post shared by niyasyah (@niyasyah) on Sep 10, 2017 at 6:58pm PDT

"Fashion is the armor to survive the reality of everyday life." —Bill Cunningham

Ada yang benci dengan hari Senin?

Kalau aku sih nggak benci yaa sama Senin. Cuma (kadang) rada gemesh aja gituu. Wk! Karena artinya hari untuk santai-santai gegoleran di kasur seharian udah lewat, dan harus balik aktifitas lagi.

Nah, biasanya demi untuk membangkitkan mood biar bawaannya nggak males-malesan, aku berusaha bikin hari Seninku itu menyenangkan. Misalnya, dengan janjian nonton bareng sama temen-temen sepulang jam kantor, kulineran, atau nyiapin baju yang bikin mood jadi ceria terus seharian. Entah itu dari warnanya, modelnya atau lainnya.

Senin kemarin, daku pilih pake outfit ini ke kantor. Outwear dengan warna biru dongker (navy blue), kerudung warna senada, kemudian kaos dan celana panjang warna abu-abu. Tujuannya aku padukan dengan warna abu-abu sih biar warna biru dongkernya makin keliatan mencolok gitu. Jadi biar bawaannya nggak suram, kayak kalau dipaduin sama warna yang sama-sama gelap.

Lalu untuk tasnya, daku pakai tas lama yang dulu kubeli di Blok-M dengan warna senada sama celana panjang dan kaosnya. Hemm... bukan warna abu-abu murni sih menurutku. Lebih ke warna beige kayaknya.

Outwear biru dongker ini salah satu outwear favoritku.

Selain memang karena aku suka banget sama outer dan warna biru, aku juga suka sama outer ini karena ada motif etnik mirip-mirip kain songket atau tenun (atau apa ya namanya ku bingung deh?) gitu di pinggiran bawahnya. Jadinya lucu-lucu-gemesh gitu sih menurutku. Pun selain itu juga ada sakunya 2 buah. Jadi bisa buat ngantongin uang kembalian, permen atau handphone.

fail!

Kalau teman-teman sendiri, punya trik khusus nggak buat bikin Seninnya ceria? Atau teman-teman punya gaya favorit dengan outwear? Boleh dong share jugaaa... ^^

10.04
0 Comments

Bertarung Dengan Diri Sendiri

Tahap tersulit setelah mengambil keputusan adalah menerima kenyataan dan konsekuensinya.

Sulittt sekali, sampai rasanya aku belum bisa memaafkan dan berdamai dengan diri sendiri sampai saat ini. Padahal selang waktunya sudah lumayan lama.

Memaafkan diri sendiri ternyata (kadang) lebih sulit daripada memaafkan orang lain yaa…

Berkali-kali aku mencoba meyakinkan diri sendiri kalau keputusan yang aku ambil ini benar. Inilah jalan terbaik baik bagi aku, bagi 'dia', bagi kami.

Beberapa waktu lalu, aku “putus” dengan salah satu project kesayanganku. Saat itu, memang ada beberapa project yang aku kerjakan dalam waktu bersamaan. Tapi project yang satu ini adalah project yang paling aku sayang.

Meski terkesan mengerjakannya dengan santai, tapi aku berusaha mencurahkan semuanya dalam project tersebut. Waktu, materi, tenaga, bahkan perasaan. Aku mengerjakannya seolah project ini adalah bayi kecilku yang benar-benar harus dirawat dan dijaga dengan baik agar bisa tumbuh sempurna, bukanlah sampingan semata.

Tapi ternyata semuanya memang nggak mudah.

Terpaan badai berkali-kali datang. Sayangnya, badai yang berulang kali datang itu adalah badai yang sama, tapi dengan tingkat yang berbeda. Aku sudah coba beberapa cara biar tetap bisa berdiri tegak melewati badai-badai itu. Ya tapi ternyata, aku pun tumbang. Aku kalah dengan badai br*ngs*k itu.

Saat akan memutuskan untuk mengakhirinya pun tidak mudah. Berulang kali aku bertanya pada diriku sendiri, “apa memang benar sudah tidak bisa dipertahankan lagi?”, "Apa memang sudah tidak ada cara lagi?".

Tapi ternyata, waktu itu keputusan akhirnya tetap bulat. Semuanya harus S E L E S A I sampai di sini. Lalu setelah itu, aku berkali-kali meyakinkan diri sendiri, kalau keputusan untuk mengakhirinya adalah keputusan yang terbaik. Pun tidak ada yang salah di sini. Tidak partnerku, tidak juga aku, tidak juga keadaan. Hanya saja, memang jalannya harus seperti ini. Toh, memang tidak semua hal bisa dipaksakan berjalan seperti keinginan kan?

Sampai kemudian, beberapa bulan berjalan, ternyata aku masih belum bisa berdamai dengan kenyataan. Aku belum sepenuhnya sanggup menerima kenyataan dan konsekuensi dari keputusan tersebut. Aku belum memaafkan diriku sendiri…

“Orang yang memutuskan untuk mengakhiri sesuatu/hubungan, bisa jadi justru adalah orang yang paling menderita dengan keputusannya.”

Sampai hari ini, ternyata aku masih belum bisa move on. Ada kalanya aku masih akan bergalau-galau ria kalau ingat. Masih akan menyalahkan diri karena gagal mempertahankan. Masih sering berandai-andai kalau kenyataannya berbeda..

14.22
0 Comments

Pages

[September] My New Things

Curhat Tentang Pertemanan

Belut Bu Yuli Kertajaya: Spesial Belut Kaki Lima Yang Tak Kunjung Sepi

Outwear Navy Blue in Mood

Bertarung Dengan Diri Sendiri

About me

Labels

Part Of

Blog Archive

Popular Posts

Likes On Facebok

Follow On Instagram

Adv

niyasyah's blog