Merbabu: Menuju Cerita Pendakian Penuh Drama #1

21.19

"Sebaiknya kesini sekitar jam 10 - 11 malam aja, mbak. Biar udah agak sepian. Nggak penuh sesak...", nasihat bapak-bapak yang baik hati di Terminal Purabaya (Bungurasih) 30 April lalu. 

Aku masih ingat betul nasihat si bapak yang sempat aku tulis disini. Mencari angkutan umum di kala musim libur panjang, memang tidaklah mudah. Maka berbekal nasihat tersebut dan beberapa pertimbangan lain, aku dan teman-teman sepakat untuk berkumpul di Terminal Bungurasih diatas pukul 9 malam.

Namun rupanya, perkiraan kami nggak sepenuhnya benar.
Sekitar pukul 11 malam, Aku, Fean dan Jhon sampai di Terminal Purabaya (Bungurasih). Yang tak lama kemudian, Bram pun tiba di tempat kami berkumpul. Wawan sudah sampai di Terminal terlebih dulu dibanding kami semua. Perjalanan dari Malang ke Surabaya yang dia tempuh dengan motor, rupanya tak membuat dia lelah dan hilang semangat. Dia justru terlihat sumringah. Yaahh... aku tau. Wawan pasti terlalu bahagia bisa ketemu aku lagi. *kemudian dijitak*

Setelah semua berkumpul dan air minum untuk persiapan perjalanan jauh telah dibeli, dengan canda tawa kami berjalan bahagia menuju tempat keberangkatan bis antar kota. Tanpa tau mimpi buruk sedang menunggu kami didepan sana.

Disini semua cerita penuh drama pun dimulai....

Ekspektasi: Sudah tidak banyak orang yang akan naik bis keluar kota. Mungkin hanya tinggal 1-2 orang saja.
Realita: Ruame rakaru-karuan! duh... saking ramenya nih, sampe berasa kayak lagi arus mudik lebaran >.<



Jarum jam terus berputar. Angin malam rupanya tidak membuat para pejuang bis gentar menghadapi kenyataan dan menyerah begitu saja. Tak peduli hari mulai berganti, mereka tetap gigih menunggu sang bis pujaan hati datang dan membawa mereka meninggalkan aktivitas sejenak di Kota Surabaya ini.

Duh.... nunggu bis doang rasanya lelah campur frustasi. Apalagi nunggu jodoh? *kemudian didoain biar cepat dapat jodoh* :)))))

Sejak pukul sebelas malam kami tiba di terminal hingga jarum jam menunjuk angka dua, bis jurusan Solo yang kami incar masih saja populer dan ditungguin banyak orang. Saking ramenya sampai-sampai kami sempat hopeless. Ditambah mata yang udah mulai mengantuk, dan punggung yang minta disandarin ke bahu jodoh, akhirnya kami putuskan untuk ngemper to the max. Tidur bersandar tumpukan tas-tas kebesaran.

hasil foto isengnya si Wawan yang lagi utak-atik kamera. yailah nguap-nya nggak elegan banget deh >.<

Ditengah hopeless-nya kami berlima yang lagi nungguin bis Mira ke Solo, kami sempat bikin Plan B. Well, kalau nggak dapat bis bukan berarti kami nggak jadi naik gunung. Masalah segini doang nggak bakal bikin semangat kami anjlok deh! *halah pret*

Dengan pertimbangan 'kalau nunggu bisnya aja lama kayak gini, gimana nanti kemungkinan macetnya jalanan?'. Ditambah ada selentingan kabar yang kami dengar, bahwa lonjakan penumpang di terminal mengakibatkan banyaknya orang yang menggunakan solusi jasa travel atau mobil sewaan untuk pergi keluar kota. Duh.... *mendadak kebayang jalanan yang macetnya warbiyasak*

Akhirnya Plan B kami --in case kami nggak dapat bis sampe subuh-- tersusun rapi dan cantik. Kami bakal batalin rencana ke Jawa Tengah untuk menapaki Gunung Merbabu, dan beralih ke Gunung Arjuno-Welirang yang masih ada di Jawa Timur saja. Pertimbangannya ya karena jarak Surabaya - Tretes (salah satu jalur pendakian Gunung Arjuno - Welirang) itu nggak seberapa jauh. Masih bisa ditempuh dengan motor dalam 2-3 jam saja. Dan kebetulan Aku, Wawan dan Fean sudah pernah "sedikit berkenalan" dengan jalur pendakian tersebut waktu menapaki Puncak Welirang sebelumnya. Sedang Bram, pernah menapaki jalur pendakian tersebut sewaktu mendaki Puncak Ogal-Agil Arjuno.

Meski dadakan, sebenarnya Plan B kami bisa dibilang cukup indah dan menghibur.
Kami akan mendaki Arjuno-Welirang dengan tujuan menapaki kedua puncaknya, yaitu Puncak Ogal-Agil dan Puncak Welirang. Cukup indah bagi kami berlima. Mengingat Bram yang sebelumnya hanya pernah menginjakkan kaki di Puncak Ogal-Agil, bakalan bisa kami ajak menapaki Puncak Welirang. Sedang bagi Aku, Fean dan Wawan yang sebelumnya hanya pernah menapaki Puncak Welirang, menginjakkan kaki di Puncak Ogal-Agil adalah salah satu impian kami. Sedang bagi Jhon, menapaki 2 puncak sekaligus pada pendakian pertamanya mungkin adalah suatu hal yang menakjubkan.

Ditengah perbincangan kami dalam menyusun Plan B, tiba-tiba saja kami melihat segerombolan orang berlarian. Aku melirik jarum jam yang tengah menunjuk angka tiga di pergelangan tangan kiri. Omaigat!!! Jangan-jangan orang-orang itu berlarian ke arah bus Mira yang tengah kami tunggu. Maka tak sampai 5 menit kemudian, kami berlima sontak berlarian menghambur ke arah bus idaman.

Dan benar...
Belum juga pintu bis dibuka. Belum juga sang supir terbangun dari istirahatnya di dalam bis, puluhan orang sudah bergerombol memenuhi pintu bis bagai menunggu giliran pembagian undian kapal pesiar. Duh... jika saja nunggu jodoh bisa di-visual-kan, barangkali akan lebih menyesakkan dari nunggu pintu bis dibuka.

Setengah jam kami berdiri di depan pintu bis sambil berdesak-desakan dan menggendong tas "kebesaran", sungguh bukanlah hal yang mudah. Beruntung penantian kami tidak berujung sia-sia. Setelah perjuangan berebut dan kaki yang terinjak-injak, akhirnya kami berhasil masuk bis. Hooray!!! 

Yaah... itu kabar baiknya. Seharusnya sudah cukup disitu saja. Namun ternyata, yang namanya drama tak ingin jauh-jauh dari kami. Ada kabar buruk ditengah kabar baik. Dan kabar buruknya, kami nggak kebagian tempat duduk. Walhasil kami harus berdiri! Wohoo...

Tapi sebagai cewek satu-satunya dalam kelompok pendakian kali ini, aku sedikit beruntung dibanding Fean, Wawan dan Jhon. Si Bram yang baik hati, dengan gentle nya menawarkan tempat duduk di dekat pak supir yang sedang bekerja. Mengendarai kuda... *halah apasih*
Bukan tempat duduk kursi yang empuk. Hanyalah lantai bus yang keras dan panas (karena sepertinya tepat diatas mesin), namun cukup bikin aku bersyukur dan sangat berterima kasih pada Bram. Berkat dia, aku nggak perlu capek-capek berdiri selama berjam-jam. Padahal disaat yang sama, si Bram-nya sendiri bareng Wawan, Fean dan Jhon, malah berdiri selama berjam-jam dan berdesak-desakan dengan penumpang lain. Yaahh... lumayan lah sekitar 4-5 jam mereka berdiri, hingga dapat tempat duduk karena ada penumpang yang turun.

Dengan berbekal petunjuk dari beberapa tulisan pendaki lainnya di blog mereka, transportasi yang kami tempuh adalah:
  1.  Surabaya - Solo (Terminal Tirtonadi) dengan Bus [46.000]
  2.  Solo (Terminal Tirtonadi) - Perempatan Pasar Sapi Salatiga dengan Bus [13.000]
  3.  Carter angkutan umum (elf dan sebagainya) Pasar Sapi Salatiga - Pos Perijinan Pendakian Gunung Merbabu Jalur Wekas [21.500]
Oh Well, perjalanan penuh drama kami akhirnya resmi dimulai. Drama penantian bis keberangkatan ini bukanlah drama satu-satunya yang kami alami. Masih ada drama ditolak dipos perijinan, drama nyasar menyusuri jalur iblis dengan jurang yang menganga disebelah kiri, hingga drama kehabisan ongkos pulang di Terminal Boyolali. Jadi... mau nunggu lanjutan ceritaku kan? ^^

Bersambung disini...

You Might Also Like

2 comments

  1. Keren ceritanya... ditunggu bagian #2 nya mbak niyasyah.
    *tapi lebih ditunggu lagi drama ketemu jodoh sih* haha :D

    BalasHapus
  2. Kayaknya yg lagi nulis antara seneng banget dan pengen (baca: kebelet) nikah. Perjalanan darurat jodoh. *Abis ini dilempar kamera mirrorless*

    BalasHapus