Pengalaman Nonton Layar Tancap | Misbar (Gerimis Bubar)

17.21

Biasanya nonton film di bioskop, ya artinya nonton di ruang tertutup yang ber-AC. Diluar mau hujan atau panas, juga gak kena dampaknya. Nah gimana kalau bioskopnya di ruang terbuka? Tanpa AC dan kalau hujan, berisiko tinggi akan kehujanan dan kuyup. Iya, seperti suasana nonton di layar tancap gitu. Pernah?

Layar tancap aja udah lama banget ada di Indonesia. Sekitar tahun 80an, jaman ayah-ibu ku masih muda. Kali dulu pacarannya nonton layar tancap kali yaa :D
Tapi kalau sekarang mah, keberadaan layar tancap ini diganti dengan bioskop-bioskop mewah ya. Mulai dari 21, XXI, sampai format 4D juga sudah ada di Indonesia. Layar tancap? Sepertinya sudah -hampir- gaada lagi (T_T)

Makanya kemarin begitu dapat info kalau kineforum misbar bikin acara nonton bareng di ruang terbuka kayak layar tancap gitu, langsung aja ikutan nonton. Pengalaman berharga nih bisa ngerasain suasana layar tancap. Apalagi yang diputar adalah film-film lawas yang cukup beken.

jadwal film yang diputar - sumber gambar disini

Tempatnya di bawah Tugu Monas, lapangan futsal. Dibikinkan tabir mengeliling berbentuk persegi. Hanya saja sisi atas gak dipasang atap. Jadi kalau hujan ya kehujanan, namanya juga misbar (gerimis bubar). Tapi oleh penyelenggara para penonton diberi masing-masing jas hujan. Untungnya 2x ikutan nonton disana (hari rabu malam - nonton film "Pengemis dan Tukang Becak" dan Sabtu malam - nonton "Nagabonar"), gak benar-benar turun hujan deras. Jadi tetap bisa mengikuti film sampai kelar tanpa harus bubar :D

suasana misbar

"Selain menjadi media nostalgik tentang layar tancap yang telah menjadi memori kolektif generasi pendahulu, bagi saya, mungkin instalasi ini bukan sekedar sarana hiburan gratis di ruang publik, tetapi juga sebagai pelanggengan bahwa tidak ada ketidakmungkinan yang abadi; Monumen Nasional pun telah berikrar menjadi saksi", Ungkap Vauriz Bestika (pelaksana proyek) dalam Buku Program Kineforum misbar yang dibagikan kepada penonton.




Film Lawas
Film lawas yang -seingatku- pernah aku tonton dulu waktu masih kecil adalah film tentang "Ratapan Anak Tiri". Selebihnya aku lupa pernah nonton apalagi.
Selebihnya film-film yang aku tonton ya film era ini. Otomatis ketika kemarin nonton film lawas "Pengemis dan Tukang Becak (1978)", aku jadi mikir "Oh... film dulu kayak gini ya?". Benar-benar film lama, bukan film yang seperti menggambarkan jaman dulu, tapi dibikinnya era-era sekarang ini.

Tapi sejujurnya waktu nonton film itu, aku kok agak pusing ya sama jalan ceritanya. Banyak yang -menurutku- kacau. hahahaa... *sotoy*
Dan lagi ada beberapa adegan dewasa, ya meski tidak ditampilkan secara vulgar, tapi kan banyak anak kecil yang ikutan nonton film ini, termasuk saya :(
Mungkin, kalau aku jadi penyelenggara, aku akan memikirkan ulang untuk menayangkan film ini di jam-jam yang sekiranya masih ada anak kecil yang akan ikutan nonton.

Inti ceritanya tentang seorang perempuan yang awalnya jadi pembantu rumah tangga, bernama Sri (diperankan oleh Christine Hakim) di rumah keluarga Ratih. Ratih yang terlibat pergaulan bebas ini kemudian hamil di luar nikah dan melahirkan seorang anak bernama Ajeng. Pada saat hamil tersebut, Ratih menikah dengan Joko untuk menutupi keadaannya yang hamil diluar nikah. Suatu hari Joko (yang digambarkan mata keranjang) ini berniat memperkosa si Sri dihadapan Ajeng. Oh.. Ajeng lebih dekat dengan Sri yang merawatnya sejak bayi ketimbang dengan Ratih ibu kandungnya.

Setelah kejadian itu, Sri membawa Ajeng kabur bersamanya ke Surabaya. Di film ini, beberapa kali menampilkan kondisi Surabaya jaman dulu. Huwaahh... beda sama Surabaya sekarang. Sempat menyorot area terminal joyoboyo juga.

Di Surabaya itulah kemudian Sri bertemu dengan tukang becak, yang kemudian merebut hatinya.
Namun sayangnya, perjuangan belum berakhir. Mereka harus terpisah karena suatu keadaan dan memperjuangkan hidupnya masing-masing. Dan seperti bisa ditebak, film ini berakhir happy ending dengan Sri bertemu kembali dengan lelaki idamannya. Ratih dan Joko kemudian berubah menjadi baik dan berniat membawa Ajeng serta Sri dan lainnya kembali ke rumah untuk tinggal bersama.

Nagabonar; bukan Nagabonar Jadi 2
Pasti sudah pada nonton Nagabonar Jadi 2 kan? Kalau film Nagabonar nya sendiri udah belum?
Hehee... aku sudah loh *baru nonton* *bangga gak karuan sampe kayang di tengah bunderan HI*

Nagabonar (1987) tentang film kepahlawanan di masa kemerdekaan Indonesia. Tapi meski film ini berunsur kepahlawanan, tapi sisi komedi tetap menonjol. Komedi yang benar-benar tak dibuat-buat dan banyak menggunakan 'fisik' atau 'menghina' seperti komedi kebanyakan saat ini.

Siapa sangka seorang pencopet yang baru keluar penjara bisa jadi pahlawan yang ikut berperang melawan Jepang? Menjadi seorang jendral pula. Wiihh... Asrul Sani (sang penulis) benar-benar memberikan sudut pandang yang berbeda dalam melihat seorang pahlawan. Dari kalangan masyarakat biasa, tanpa pendidikan tinggi, dan naif serta mantan copet.

Kalau belum nonton film ini, sebaiknya kamu nonton deh! Tapi dimana ya? Download ada gak ya? :v

*****

Senengnya lagi karena misbar ini gratis, jadi semua orang bisa menonton. Banyak anak kecil juga yang ikutan nonton. Duhh... hiburan seperti ini kok kayaknya sayang banget ya kalo jarang ada. Mungkin kalo rutin gitu bisa jadi salah satu pilihan hiburan yang murah meriah :)

You Might Also Like

0 comments